Punya banyak website dan blog tapi nggak punya waktu buat bikin artikelnya? Sini, biar saya bantu

When You're Gone #9: Remedy

Hai, Neng.

Salah satu kebiasaanmu yang selalu aku ingat adalah memilih lagu yang tepat saat kita putus. Rasanya kamu memang punya kelebihan di sini. 

Kamu bisa menemukan lagu yang, entah itu musik, lirik, atau vibe-nya, tepat untuk dijadikan semacam backsound dinamika hubungan kita. 

Ya memang kamu tidak bilang langsung setelah kita putus. Aku sendiri baru mengetahuinya dua tahun yang lalu saat kita berusaha memperbaiki hubungan ini dengan sepakat untuk jujur tentang semuanya.

Saat itu kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk ngobrol di telepon. Memang dasar aku orangnya penasaran, entah kenapa tiba-tiba aku ingin mengetahui kesulitan seperti apa yang kamu lewati saat kita putus. 

Lalu kamu bercerita tentang lagu-lagu yang menemanimu. Mulai dari lagu Satu Jam Saja, Remedy, atau All I Ask.

Dan sialnya, semua lagu itu kini ada dalam playlist spotify-ku. Sepertinya aku memang tidak bisa lepas darimu, ya?

Barusan aku juga tiba-tiba teringat ceritamu tentang lagu Remedy lalu coba mendengarkannya sambil membaca liriknya. BOOM! 

Setiap bait dalam lagu itu sangat mewakili perasaanku, khususnya di bagian reff.

When the pain cuts you deep

When the night keeps you from sleeping

Just look and you will see

That I will be your remedy

When the world seems so cruel

And your heart makes you feel like a fool

I promise you will see

That I will be, I will be your remedy

Jika objek dalam lirik bagian reff ini aku ganti, kurang lebih hasilnya jadi seperti ini:

When the pain cuts me deep

When the night keeps me from sleeping

Just look and I will see

That you will be my remedy

When the world seems so cruel

And my heart makes I feel like a fool

You promise I will see

That you will be, you will be my remedy

Seminggu belakangan ini, saat aku tidak bisa tidur malam; merasa kosong, bodoh, dan sakit yang luar biasa; kamu menjadi satu-satunya obat yang kupikir bisa mengobati semua itu. 

Aku terus mencari cara agar kita bisa kembali agar semua yang kurasakan itu hilang digantikan oleh perasaan aman setelah kehadiranmu. Aku hampir gila karenanya.

Tapi tenang saja, aku sekarang sedang berusaha mencari distraksi agar bisa melepaskan dan merelakanmu. Sebisa mungkin aku harus bisa melihatmu terbang bebas, mencari tempat baru yang bisa kamu tinggali sampai nanti kamu pergi untuk yang terakhir kalinya. 

Aku bertekad tidak lagi menjadi laki-laki yang merengek padamu, meminta kamu kembali padaku. Sulit memang, tapi aku tau, setidaknya aku akan berusaha.

Dan mungkin kamu ingin mengetahui ini: kamu perlahan-lahan mulai hilang dari ingatanku. Tidak ada lagi kamu di kepalaku saat bangun tidur. 

Aku juga mulai bisa dengan mudah mengalihkan ingatan tentangmu ini. Kupikir ini akan membuatmu bahagia, ya?

Ya meskipun jujur saja, aku benar-benar kaget saat kamu menutup semua pintu komunikasi yang dulu kita gunakan. Tidak ada email, whatsapp, instagram, twitter, facebook, telepon, atau sms. 

Jika kamu memang ingin seperti itu, biarlah, sepertinya aku memang tidak bisa kembali padamu lagi. And it’s ok for me now.

Though when the pain cuts me deep and the night keeps me from sleeping, you will always be my remedy. 

Content Writer, Penjaga Toko Buku Daring, Wibu Full Time.