Punya banyak website dan blog tapi nggak punya waktu buat bikin artikelnya? Sini, biar saya bantu

Mana yang Lebih Sulit: Menaklukan Hati Wanita atau Algoritma Sosial Media?

Tidak ada. Karena justru sama sulitnya. Bedanya hanya apa yang ditaklukan saja, selebihnya sama.
Sosial media vs hati wanita
Algoritma sosial media vs hati wanita

Sebagai seorang jomblo yang menjual buku dan bekerja di perusahaan agensi digital marketing, memikirkan cara untuk menaklukan hati Wanita dan menaklukan algoritma sosial media sudah jadi makanan sehari-hari. 

Yah seenggaknya saya harus melakukan itu semua untuk tetap hidup dan menjadi manusia.

Mana yang lebih sulit di antara keduanya? Tidak ada. Karena justru sama sulitnya. Bedanya hanya apa yang ditaklukan saja, selebihnya sama. 

Untuk mendapatkan pacar, saya harus pintar-pintar menjalin komunikasi dengan gebetan biar feel­-nya makin dapet dan kami semakin dekat. 

Untuk menaklukan algoritma sosial media, saya harus pintar-pintar mengikuti petunjuk yang diberikan oleh yang punya nya.

Setiap Wanita harus diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena mereka itu unik dan juga manusia. 

Sementara manusia itu, nggak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Sosial media pun begitu. 

Facebook dan Instagram contohnya, meski sama-sama dimiliki oleh Mark Z. toh mereka berdua punya algoritma nya sendiri.

Algoritma Facebook tahun 2021

Raksasanya sosial media, Facebook, di tahun ini mengeluarkan sebuah teknologi baru yang bikin penggunanya bisa jadi lebih nyaman saat sekrol-sekrol aplikasi mereka. Teknologi itu dinamakan Machine Learning (ML).

Cara kerja ML ini cukup unik karena dia bisa mengetahui mana konten yang saya sukai, dan mana konten yang kamu sukai. 

Pertama-tama, ML bakal nyiapin berbagai jenis konten dengan topik yang sangat beragam buat kita. 

Pokoknya semua yang kira-kira bakal kita sukai dia kasih liat di beranda Facebook kita.

Saya misalnya yang muncul adalah game, anime, satisfying moment kayak membersihkan kuku atau gigi, kadang juga ada konten yang bikin rumah di hutan. 

Tapi buat kamu mungkin yang muncul itu bisa soal Kpop, review film, politik, meme, dan lain sebagainya.

Nah dari semua konten itu, nanti dilihat lagi mana yang sering kita beri interaksi (like, comment, share, lihat). 

Setiap interaksi itu punya skornya sendiri dan skor ini lah yang nantinya memberi tahu ML mana konten yang sebenarnya saya sukai.

Misalnya dari empat konten yang saya lihat, ternyata saya lebih banyak memberikan interaksi pada konten gaming, anime, dan satisfying moment. 

Ke depannya, video, postingan, dan apa yang saya lihat di FB juga seputar itu. Makanya saya jadi betah sekrol-sekrol beranda sampai lupa sama kerjaan. Hehehe.

Nggak deng, bercanda. Saya bisa betah sekrol-sekrol lama karena ya kontennya memang bagus. Seperti kemarin deh contohnya, sepanjang malam saya menyaksikan potongan anime Naruto arc perang dunia. 

Padahal itu ceritanya sudah saya hapal di luar kepala—ya orang waktu tahun 2015 atau 2016 gitu ya, saya baca chapter terakhir manga Naruto saat rilis pertama kali. 

Tapi tetap saja dengan kepintaran si ML ini, saya bisa betah mantengin aplikasi FB berjam-jam.

Sebagai pengguna, ML ini jelas sangat membantu dong. Saya nggak perlu repot-repot buka banyak website buat menikmati informasi dan hiburan yang saya sukai. 

Sayang sekali, buat pedagang dan digital marketer, ML ini cukup menyulitkan juga.

Kenapa begitu? Ya karena pada akhirnya, saya atau konten creator lainnya harus bisa membuat konten yang sesuai minat pengguna. 

Itu pun nggak menjamin 100% bakal disukai, karena harus memperhatikan banyak hal juga.

Beberapa di antaranya adalah: konten yang saya bikin harus bisa memancing emosi pengguna FB. 

Entah itu marah, senang, kagum, penasaran, atau sedih. Yang jelas jangan sampai kontennya itu flat aja gitu.

Selain emosi, konten yang dibikin juga harus relate dengan penggunanya. Kan nggak mungkin dong halaman Facebook Putra Buku saya isi dengan konten jualan semua. 

Nanti yang lihat juga bosen dan nggak mau ngasih interaksi. Saya musti bikin CTA yang mengundang komentar, informasi yang bermanfaat biar orang-orang ngasih like atau love, bahkan kalau perlu bikin kontroversi biar dapat banyak konten. Wkwkwkwk.

Kadang, saya juga suka pengin bikin konten video karena kan sekarang saat TikTok Berjaya, sosial media lain juga jadi pengin ikutan naikin konten video. 

Apalagi Facebook punya tab khusus buat konten ini, persis seperti Youtube. Harusnya sih ini bisa jadi makanan empuk karena kan bisa menjangkau lebih banyak orang juga. 

Sayang sekali, saya nggak bisa bikin video :(

Selain video, saya juga pengin bikin grup FB khusus pembeli Putra Buku dan pembaca buku pada umumnya. Biar bagiamana pun, grup FB itu sumber interaksi yang sangat potensial. 

Coba lihat grup jual beli atau komunitas hp gitu, di sana banyak sekali orang-orang berkumpul untuk mencari solusi masalahnya atau sekadar mencari hiburan.

Karena di zaman internet ini, menghubungi Costumer Service itu sama saja buang-buang waktu. Mending buka FB, cari grup khusus—grup Redmi 5 Pro misalnya—lalu ketik kata kunci yang pengin kita cari. 

Saya jamin nggak sedikit informasi yang kita dapatkan. Karena yang di dalam grup kan manusia semua, dan hidup manusia itu selalu penuh masalah. Yaaaaa maap malah curhat.

Mimpi atau keinginan boleh saja tinggi dan jauh seperti bintang, asal harus dibarengi dengan aksi yang sesuai. 

Kalau Cuma mimpi ya nggak ada manfaatnya juga. Sampai sekarang, mimpi punya grup FB itu masih belum bisa saya realisasikan karena nggak bisa jadi admin grup. 

Masuk ke grup pun seringnya jadi silent reader, atau nanya saat butuh doang.

Kebayang gimana nanti kalau saya jadi admin grup, lalu ada yang bertanya, masa mau saya diemin gitu aja :(

Algoritma Instagram 2021

Instagram, kurang lebih masih sama aja sih algoritma nya. Yang membedakan mungkin sekarang si IG ini lebih mengutamakan interaksi antarpengguna saja. 

Tampilan feed kita juga kan nggak lagi berdasarkan waktu posting, tapi interaksi yang diterima sebuah postingan.

Misalnya nih, di IG Putra Buku, saya bikin postingan meme soal promo buku yang relate sama kondisi banyak followers. 

Interaksi yang diterima postingan itu gede banget. Kalau nggak salah ingat, ada sekitar 60 like, belasan share, dan belasan komentar. 

Postingan saya yang ini sangat mungkin dilihat banyak orang karena interaksinya banyak. Yang lainnya, seperti edukasi atau foto katalog buku justru dikit banget interaksinya.

Intinya, baik FB atau IG—anaknya si Mark—ini menginginkan konten creator membikin konten yang disukai banyak orang lalu mengundang komentar dan share, sehingga makin banyak orang yang memberikan interaksi padanya.

Dengan kata lain, jangan pernah berpikir kamu sudah menyediakan konten yang sesuai minat audiens kalau konten itu hanya berasal dari asumsi mu saja!

Saya harus benar-benar tahu apa yang followers Putra Buku cari, sukai, percaya, yakini, atau benci untuk menarik interaksi. 

Buktinya saat bikin konten soal parenting, banyak yang menyukai karena mayoritas followers di IG memang orang-orang yang baru nikah atau baru punya anak. J

adi mereka butuh topik soal parenting.

Awalnya saya malah pengin bikin konten kosakata Bahasa Sunda dengan tujuan mengenalkan budaya tanah kelahiran, tapi sebulan dibikin konten itu ternyata nggak ada yang suka. Wqwqwq. 

Akhirnya focus ke feminisme, isu-isu sosial dan politik, meme, parenting, dan agama Islam. Nggak boleh idealis kalau jadi pedagang, mah.

Selain postingan yang topiknya relate dengan followers, saya juga sudah coba bikin IG Story yang interaktif. 

Karena kan nggak semua orang yang buka IG itu mau sekrol-sekrol feed. Ada juga kok yang Cuma liat-liat IG Story, salah satunya saya.

IG Story interaktif dibuat tentu saja dengan tujuan sama-sama menaikan engagement. Biar nantinya story itu bisa muncul ke lebih banyak orang, dan makin banyak orang yang tahu. 

Gitu kan niatnya. 

Tapi apa daya, tahu doang nggak cukup buat pedagang mah, karena yang penting kan cuan. Wqwqwq.

Digital marketer juga sama aja bingungnya kayak saya kok. 

Bedanya, mereka mah ada budget buat ngiklan kalau buntu, saya sebagai pedagang mau ngiklan nggak ada budjet, kalau nggak ngiklan bakal sulit naiknya :(

Yah, pada akhirnya, algoritma sosial media dan hati Wanita memang nggak jauh berbeda kan. Salah sedikit dalam menaklukannya, bakal hilang deh kesempatan besar yang udah ada di depan mata. 

Jangan sampai gebetan pergi dan konten di IG Putra Buku tenggelam sama konten temen-temen toko buku yang lain :(

Sekian curhatan minggu ini, semoga bermanfaat. Seenggaknya buat saya karena bisa sedikit melegakan pikiran dan mengurai ide-ide liar yang muncul di kepala.

See you.

Content Writer, Penjaga Toko Buku Daring, Wibu Full Time.