Punya banyak website dan blog tapi nggak punya waktu buat bikin artikelnya? Sini, biar saya bantu

Review Buku Menjadi Penulis: Ngobrolin Kepenulisan Bareng Kepala Suku Mojok

menjadi_penulis_puthut_ea
Review Buku Menjadi Penulis

Minggu ini saya sukses menyelesaikan sebiji buku dari Puthut EA yang berjudul Menjadi Penulis. Buku yang jujur, ringan, membuka mata, dan memberi tahu bahwa menjadi penulis itu rumit, bukan sulit.

Saya membeli buku ini sebagai modal awal buat Putra Buku. Artinya, saya anggap ini buku yang bakal disukai pelanggan saat itu. Yah meskipun ekspektasi gak selalu sejalan dengan kenyataan.

Karena setelah satu tahun setengah Putra Buku berjalan, buku dengan cover hitam ini masih nangkring dengan cantik di rak saya. 

Rasa kasihan dan penasaran, menggerakan satu tangan ini buat mengeluarkannya dari rak. Merobek bajunya, menjamah tubuhnya, menikmati wanginya, bersetubuh dengannya.

Gak lebih dari empat hari saya babat habis semua isinya. Dan saya pikir, nggak ada ruginya juga makan modal jualan sendiri. Wkwk

Kenapa saya memilih buku ini...

Jujur saja, saya tertarik dengan buku ini saat keinginan menjadi penulis masih besar namun sudah memutuskan menjadikannya sampingan.

Puthut EA, Kepala Suku Mojok, cerpenis, peneliti, esais yang sudah bergumul dengan dunia tulisan selama 20 tahun lebih jadi daya tarik luar biasa. 

Bisa juga karena saya memang menyukai banyak hal tentang Mojok. Ya website-nya, ya Terminal Mojok, ya Penerbitnya, dan tentu saja buku-bukunya.

Cover hitam dengan judul berwarna emas juga cukup menarik untuk dikoleksi. Yah seenggaknya enak dilihat sama orang lain kalau saya baca buku ini di luar rumah nanti setelah pandemi usai. 

Setelah membaca blurb-nya dan mempertimbangkan dua hal di atas, dalam benak saya kala itu muncul pertanyaan: "ilmu apa yang bakal saya dapat dari buku ini?"

Here there are.

Pertama penegasan atau konfirmasi bahwa apa yang saya pikirkan tentang menjadi penulis itu benar adanya.

Bahwa penulis, bukan jalan hidup yang mudah, bukan pula pilihan yang salah.

Puthut mengungkapkan dengan jujur dan—saya rasa—cukup gamblang. Kamu boleh menjadi penulis untuk mencari uang dan kamu juga boleh menjadi penulis untuk sekadar hobi.

Hal ini jelas berbeda dengan kelas menulis untuk pemula yang kebanyakan meromantisasi profesi penulis. Kamu pernah denger frasa "tulis saja apa yang kamu mau" nggak?

Yup, itu adalah yang disoroti oleh kebanyakan kelas menulis tadi. Nggak salah, tapi kurang pas.

Puthut menjelaskan, frasa ini mungkin cocok untuk membangun habit menulis, mengajak orang-orang agar berani menulis; namun nggak untuk orang-orang yang memang pengen nyari uang dengan menulis.

At least it isn't as simple as that.

Kedua, informasi penting yang dikemas dengan ringan.

Persis seperti sedang ngobrol di warung kopi. Saya pikir setiap tulisan dalam buku ini bisa menjawab pertanyaan banyak penulis pemula. Tentang proses kreatif menulis, writer block, keluar dari zona nyaman, etc etc etc. 

Saya nggak terlalu pandai meringkas sebuah buku untuk disampaikan ulang. Jadi coba baca saja sendiri yak. wkwkwk

Coba kamu bayangkan suasana seperti ini sejenak:

Kamu sedang berada di warung kopi, ngobrol bareng orang tua yang sudah merasakan asam-manis dunia kepenulisan. 

Nggak ada topik khusus yang dibahas, kamu cuma menanyakan apa yang ingin kamu tahu dan dia menjawab dengan pengalamannya.

Suasana seperti itu yang saya rasakan saat membaca buku Menjadi Penulis ini.

Menjadi penulis itu rumit, bukan sulit

Soal menjadi penulis itu rumit, bukan sulit, saya memilih mengaitkannya dengan ekosistem perbukuan nasional. 

Di mana royalti penulis nggak gede-gede amat, persaingan ketat, kebutuhan hidup terus meningkat. 

Tapi ajaibnya, banyak orang ingin menjadi penulis. Mungkin menerbitkan buku punya kemewahan tersendiri. Seenggaknya dianggap pintar oleh orang lain, bener nggak?

Namun kesuksesan penulis ada beragam macamnya. Kita bisa melihat dari dua perspektif: ekonomi dan prestasi. 

Bagi sebagian orang, definisi "penulis sukses" adalah dengan menerbitkan buku. Nggak peduli laku atau sebatas pajangan di rak penerbit. 

Menurut mereka, buku, adalah prestasi yang harus dibanggakan dan dirayakan. Meskipun harus merogoh kocek untuk menerbitkan buku tersebut.

Buat sebagian yang lain, menerbitkan buku mungkin bukan lah prestasi yang membanggakan. 

Ya ada lah rasa bangga, sedikit, tapi jika bukunya nggak laku atau hanya terjual sekian ratus eksemplar berarti nggak banyak yang menyukai karyanya, dong. 

Di sinilah letak kerumitannya.

Kamu pengin hidup dari menulis, tapi apakah menulis benar-benar bisa menghidupimu? Seenggaknya kamu harus siap menempuh jalan super rusak, nanjak, tanpa tau di mana ujungnya. 

Apakah kamu siap menulis dengan bayaran yang hanya cukup buat biaya hidup sehari-hari di awal masa karirmu?

Saya bahkan berani bilang kalau nggak hoki-hoki banget atau jago banget nulis atau divisi marketing penerbit bukumu nggak jago, rasanya sulit mendapatkan rupiah yang pantas dari hasil ketikan mu kisanak.

Namun saya setuju dengan Puthut, siapa pun orang yang belajar menulis sejatinya nggak perlu menjadi penulis. 

Karena dengan menulis kita bisa menuangkan gagasan yang ada di kepala, merunut isi kepala yang rumit, menjelaskannya sedemikian rupa supaya bisa dipahami dan dinikmati pembaca. 

Content Writer, Penjaga Toko Buku Daring, Wibu Full Time.