Punya banyak website dan blog tapi nggak punya waktu buat bikin artikelnya? Sini, biar saya bantu

Resensi Buku Guru Aini: Bagaimana Seharusnya Seorang Guru Menjadi Guru yang Baik

Resensi buku Guru Aini ini saya tulis
resensi-buku-guru-aini

Sekitar tahun 2009-an, saat Laskar Pelangi sedang booming-booming-nya, saya menjadi satu dari jutaan orang yang membaca buku sekaligus menonton film nya. 14 tahun kemudian, saya membaca buku Guru Aini, novel bertema pendidikan yang ditulis Andrea Hirata tahun 2020 kemarin.

Daftar Isi

Sinopsis Buku Guru Aini

Hari ini, Minggu 4 September 2022, buku Guru Aini saya buka plastik segelnya. Rasanya cerita Pak Cik bisa mengembalikan semangat membaca saya. Dan benar saja, cerita setebal 294 halaman itu saya habiskan dalam waktu satu hari kurang.

“Mantap boi!”Mungkin begitu Guru Desi alias Guru Desi Mal akan memuji saya.

Dia adalah tokoh utama dalam cerita novel Guru Aini. Desi merupakan seorang perempuan yang ingin menjadi guru karena terinspirasi oleh guru matematika yang dia idolakan saat SD dulu. Padahal Desi termasuk keluarga mampu yang, kalau mau, bisa kuliah di kota besar atau meneruskan usaha dagang beras milik ayahnya.

Tapi Desi remaja tetap bertahan dengan cita-citanya, dia ingin jadi guru. Titik. Bahkan kalau bisa dia ditempatkan di daerah terpencil yang jauh dari kota besar. Demi mewujudkan keinginannya, dia kuliah di universitas yang khusus mencetak guru matematika. Setiap lulusan universitas ini akan ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia, terutama Pulau Sumatera.

Desi lulus dengan peringkat cum laude dan dia menolak tawaran memilih penempatan tugas yang diberikan oleh pihak kampusnya. Yup, sudah jadi tradisi di kampus tersebut, siapa saja yang lulus cum laudeboleh memilih tempat mengajar sesuka hati.

Ini berarti, kalau Desi mau, dia bisa minta ditempatkan di ibukota Provinsi seperti Medan, Palembang, atau yang lainnya. Tapi Desi si keras kepala memilih menjadi orang pertama yang menolak privilege tersebut. Dia ingin mengajar di daerah terpencil.

Karena itu, saat pembagian daerah penempatan, Desi dengan senang hati bertukar tempat dengan temannya yang apes dan ditempatkan di daerah terpencil. Begitulah Desi Istiqomah, keras kepala dan sulit dinasehati.

Long story short, waktu keberangkatan tiba dan Desi harus berpisah dengan keluarganya. Setelah dihajar habis-habisan oleh mabuk kendaraan dan mabuk laut selama seminggu penuh, akhirnya calon guru muda ini tiba di tempat tujuannya, sebuah kampung bernama Ketumbi yang terletak di Kabupaten Tanjong Hampar.

Di sini Desi memulai ceritanya sebagai Guru Desi yang idealis, nyentrik, dan cerdas. Sejak awal kedatangannya, dia bertekad untuk mencerdaskan anak kampung, meskipun hanya satu orang. Karena dia yakin kepintaran bukan hanya milik orang-orang kota.

Idealisme dan keyakinan itu bertahan cukup lama sebelum meredup karena murid genius yang dia tunggu-tunggu nggak kunjung muncul.

Dari guru penuh semangat yang siap membantu muridnya memahami matematika, Desi bertransformasi menjadi Guru Desi Mal yang galak, teguh pendirian, nggak pandang bulu saat memarahi muridnya. Bahkan ada satu orang murid yang pindah sekolah karena enggan belajar dengannya.

Sampai akhirnya Desi bertemu dengan seorang murid bernama Nuraini Binti Syarifudin alias Aini, anak pedagang mainan kaki lima yang bodoh bukan main. Sejak kelas 4 SD, Aini sudah kena “kutukan angka biner” di mata pelajaran matematika. Sejarah mencatat, nilai ulangan nya hanya berkutat di angka 0 dan 1, persis seperti bilangan biner.

Suatu hari, Ayah Aini jatuh sakit dan nggak ada satupun obat yang bisa menyembuhkannya. Ilmu kedokteran modern, obat tradisional, sampai tabib angkat tangan semuanya. Satu-satunya yang Aini tahu, ayahnya menderita penyakit yang masih dipelajari oleh para dokter.

Dari situ, Aini tahu bahwa untuk menyembuhkan ayahnya dia harus menjadi seorang dokter. Sejak saat itu juga Aini yang bodoh matematika meminta bimbingan dan pelajaran dari Guru Desi Mal, guru killer yang nggak bisa mengerem mulutnya ketika merasa kesal atau jengkel pada muridnya sendiri.

Cerita berlanjut dengan perjuangan Aini memahami pelajaran yang dia terima dari gurunya setiap sore setelah berjualan mainan dan cerita Guru Desi menemukan cara untuk mengatasi kebodohan Aini. Mau tau lanjutannya? Baca aja bukunya wkwkwk saya jamin, ceritanya seru!

Buku Guru Aini, Semangat, dan Idealisme Dalam Hidup

buku-guru-aini

Membaca Buku Guru Aini membuat saya mengingat kembali perasaan saat menikmati cerita Laskar Pelangi dulu. Ceritanya memicu semangat, memantik idealisme, mendebarkan dada, dan anehnya menimbulkan perasaan yang ganjil.

Sebagai seorang yang pernah menjadi guru dan kuliah di jurusan pendidikan, saya bisa memahami bagaimana rasa frustasi yang dirasakan Desi saat melihat muridnya kesulitan memahami pelajaran matematika.

Ya, dulu saya juga pernah merasa hopeless waktu praktek ngajar di SMP karena banyak sekali murid bebal, bodoh, dan sulit mengerti pelajaran Bahasa Inggris. Berulang kali dijelaskan masih nggak ngerti juga, tapi tiap saya tanya mereka bilang mengerti.

Di sisi lain, karena saya juga nggak pandai matematika–malah cenderung benci sama mata pelajaran itu–saya mengerti bagaimana kesulitan yang dirasakan Aini. Setiap melihat angka dan rumus di papan tulis, rasanya kepala saya mau pecah. Jangankan mengerti pelajarannya, membedakan soal dengan penjelasan saja susahnya minta ampun.

Tapi Aini bukan saya, dia pantang menyerah dan selalu menghadapi kesulitannya sampai bu Desi Mal merasa jengkel karena gagal sebagai guru. Desi percaya bahwa di balik murid yang bodoh ada sosok guru yang gagal menyampaikan mata pelajaran dengan baik.

Sepengalaman saya, guru harus mampu mentransfer ilmunya dengan cara yang mudah dipahami semua murid di kelas yang dia ajar. Selain itu, guru juga harus tahu setiap kelebihan dan kekurangan muridnya. Karena setiap murid spesial dan unik dengan karakternya masing-masing.

Karena merasa relate cerita tentang perjuangan guru dan murid dalam buku ini bisa saya nikmati dengan baik. Bahkan saya sempat ketawa ngekek membaca kekonyolan Aini dan dua orang sahabatnya.

Di sisi lain, muncul setitik idealisme yang pernah saya bangga-banggakan. Kalau dulu, idealisme ini saya pegang erat-erat dan ingin mewujudkannya, sekarang yaudah-lah-ya, yang penting hidup. Wkwkwk

Tapi jujur, perasaan ganjil nya masih sama seperti dulu. Saya seperti mendapat semangat lagi untuk hidup dengan baik-baik saja. Melewati kegalauan karena hubungan yang gagal dengan kepala tegak, dan berjuang melawan hidup yang nggak adil dengan daya juang setinggi mungkin.

Apa ini akan bertahan lama? Who knows~

Dan saya sempat berpikir kalau buku ini mungkin akan menjebak murid-murid miskin dengan impian tinggi. Kenapa menjebak? Karena meraih impian buat orang miskin di Indonesia itu mustahil kecuali si pemimpi punya daya juang seluas horizon dan mental sekuat mithril atau mungkin adamantium–bahan untuk membuat tameng Captain America.

Terlalu banyak faktor x yang bisa menghapus mimpi dari murid yang miskin di negeri ini. Dan kalau si pemimpi nggak punya yang dua tadi, dia mungkin bakal jatuh sejatuh-jatuhnya. Well ini masih asumsi belaka berdasarkan pengalaman pribadi.

Di luar asumsi ini, buku Guru Aini termasuk buku yang harus kamu baca. Khususnya kalau kamu sedang mencari motivasi untuk meraih sesuatu dalam hidup. Perjuangan Aini melawan amarah Guru Desi Mal, hujan, badai, hingga cemoohan teman-teman sekelasnya bisa jadi pemicu semangat yang efektif.

“Pendidikan memerlukan pengorbanan. Pengorbanan itu nilai tetap, konstan, tak boleh berubah”

Desi Istiqomah dalam Guru Aini halaman 7.

Kamu bisa mengganti kata "pendidikan" di quote itu dengan sesuatu yang ingin kamu raih–pernikahan, pekerjaan, atau apapun itu!

Pertarungan Desi melawan rintangan demi idealisme nya juga bisa menjadi “rambu-rambu” buat kamu yang idealis.

“(aku) Lelah (menjadi seorang Idealis), Laila, tapi tanpa idealisme aku akan lebih lelah. Tanpa idealisme, orang akan hidup dengan menipu diri sendiri dan tak ada yang lebih lelah dari hidup menipu diri sendiri.”

Desi Istiqomah dalam Guru Aini halaman 69.

Atau kamu mungkin akan merasa tergugah mendengar ucapan Guru Desi ke Aini soal waktu.

“Karena waktu memberi nasihat terbaik dalam belajar matematika, yakni kesabaran untuk memahami sesuatu, ketangguhan dalam menghadapi kesulitan apa pun, dan obsesi pada presisi, pada presisi tertinggi…Usia waktu adalah 40 miliar tahun. Selama itu waktu tangguh berkelana di jagat raya, membuka ruang bagi setiap gerakan, memberi kesempatan bagi setiap harapan, menarik batas bagi setiap kehidupan. Waktu memberi kita pemahaman, kebingungan, kegembiraan, penyesalan. Waktu membangun, menumbuhkan, memelihara, merengkuh, menyekap, membinasakan, meninggalkan jejak pada setiap sendi kemanusiaan dan kebudayaan. Waktu menantang pertempuran yang takkan pernah kita menangkan. Karena, waktu waktu adalah hukum pertama kehidupan.”

Nah itulah tiga quotes buku Guru Aini yang cukup membekas di pikiran saya dan saya pikir akan berguna buat kamu, orang-orang penuh semangat dan memiliki keyakinan tinggi untuk meraih sesuatu.

Begitulah Resensi Buku Guru Aini dari saya, seorang sarjana pendidikan yang nggak mau menjadi guru karena tahu seperti apa guru yang baik. Dan bagi saya, Guru Desi adalah salah satu contoh guru yang baik itu.

Content Writer, Penjaga Toko Buku Daring, Wibu Full Time.