Punya banyak website dan blog tapi nggak punya waktu buat bikin artikelnya? Sini, biar saya bantu

Mendukung Penerbit Indie Demi Industri Buku yang Lebih Sehat

Mendukung penerbit indie, menurut saya, cukup efektif untuk membuat industri buku menjadi lebih sehat lagi.
penerbit-buku-indie

Industri buku di Indonesia terus bertahan di tengah menurunnya daya beli masyarakat. Meski penjualan buku sudah merambah ke dunia digital, namun nyatanya pendapatan toko buku cenderung menurun selama satu tahun ke belakang.

Nggak sampai di situ saja, industri buku sampai saat ini masih dikuasai oleh beberapa penerbit mayor. Akibatnya industri ini menjadi kurang sehat karena adanya monopoli dan jenis buku yang dijual kurang beragam.

Untuk membebaskan belenggu monopoli ini diperlukan peran penerbit indie dan dukungan masyarakat luas.

Penerbit indie tumbuh dan berkembang dengan ideologinya sendiri. Buku-buku yang terbit dari hasil keringat mereka, secara nggak langsung jadi pengejawantahan ideologi tersebut. Karena itu, mayoritas penerbit indie menyeleksi setiap naskah yang masuk dengan ketat agar nggak “keluar jalur”.

Sebaliknya, penerbit mayor terkadang mengesampingkan ideologi demi menjangkau pasar yang lebih besar. Praktik seperti ini memang nggak salah–kalau dilihat dari perspektif bisnis–tapi menurut saya, berpotensi melahirkan industri buku yang kurang sehat.

Apalagi kalau penerbit terus mengeluarkan buku-buku yang hanya disukai pasar mayoritas tanpa mencoba menyampaikan ideologi, masyarakat mungkin bakal sulit mendapatkan akses ke bacaan yang lebih baik.

Well, meski ini masih sebatas hipotesis tapi mudah-mudahan nggak terjadi. Di sisi lain, jika penerbit indie berhasil menarik perhatian pasar dan meningkatkan penjualan, bukan nggak mungkin buku-buku yang beredar di toko buku bakal semakin beragam jenisnya.

Salah satu cara untuk meningkatkan minat baca masyarakat adalah menyediakan akses yang mudah ke buku yang bervariasi. Dengan begitu, masyarakat akan belajar menerima pandangan yang berbeda tanpa harus saling sikut.

Lebih dari itu, keragaman jenis buku bisa membuka peluang kepada para penulis pemula untuk ikut ambil bagian di industri buku–atau bahasa intelektualnya “mencerdaskan bangsa”. Nggak sedikit, kok, penulis pemula yang meninggalkan mimpinya gara-gara kesulitan menembus standar penerbit mayor.

Ketika buku mereka diterbitkan lewat jalur indie, penjualan nggak terlalu menguntungkan yang akhirnya mengurangi motivasi. Ironisnya, penulisan konten digital justru terlihat lebih menarik daripada menulis buku.

Padahal, buku sering dijadikan sebagai rujukan utama oleh para penulis konten digital. Kalau penulis buku perlahan menghilang, apakah penulis konten bakal tetap eksis? Who knows.

Yang lebih menyedihkan, nggak sedikit juga penulis pemula yang memilih jalan lain karena lebih menjanjikan. Padahal penulis mempunyai peran yang besar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui karya-karya yang dilahirkannya. Tanpa penulis berkualitas, dunia literasi Indonesia terancam jalan di tempat.

Terlebih kalau dilihat lagi, industri buku mulai kurang sehat karena para penerbit mayor langsung “turun gunung” mencari pelanggan dari marketplace atau media sosial. Kalau begini terus, bukan hanya penerbit indie yang dihilangkan, tapi juga toko buku indie.

Nah, kalau penerbit sudah turun gunung, harga jadi sulit dikendalikan. Mereka bisa merusak harga jual demi mengembalikan modal. Bahkan kalau perlu, memperlakukan toko buku seperti konsumen pribadi.

Secara harga, buku dari penerbit mayor cukup mahal dan kurang terjangkau dibanding penerbit indie. Tapi secara pemasaran dan modal, penerbit mayor jelas menang telak. Mungkin ini yang menyebabkan harga buku jadi nggak masuk akal.

Penerbit mayor seenak jidat menetapkan harga jual. Padahal buku adalah keperluan tersier yang nggak terlalu penting. Artinya orang nggak akan selalu beli buku dan kalaupun beli pasti terbatas karena harga yang mahal.

Ketika ada satu orang pembeli menghabiskan lebih dari 70ribu untuk satu buku, dia mungkin butuh dua atau tiga bulan untuk membeli buku lagi. Sementara, penerbit indie harus selalu menjaga produktivitas demi bertahan hidup.

Nah, kira-kira apa hasil akhirnya? Kalau menurut saya, penerbit indie bakal kesulitan bertahan karena pendapatan dan pengeluaran nggak balance. Banyak pula yang merugi.

Di sinilah peran masyarakat diperlukan. Dengan membeli buku dari penerbit dan toko buku indie, masyarakat bisa membantu menyehatkan industri buku.

Pertanyaannya, sampai sejauh mana masyarakat dapat bertahan dan membantu penerbit indie? Nggak tahu tapi mari kita berdoa semoga kita diberi kesempatan melihat industri buku yang lebih baik lagi.

Menurut kamu bagaimana?

Content Writer, Penjaga Toko Buku Daring, Wibu Full Time.