Punya banyak website dan blog tapi nggak punya waktu buat bikin artikelnya? Sini, biar saya bantu

Nggak Punya Orang Tua Nggak Menjamin Kamu Bahagia

Apakah nggak punya orang tua akan otomatis membut kamu bahagia? Menurut saya nggak. Kenapa bisa begitu? Cek jawabannya di sini.
nggak-punya-orang-tua

Sebelum lanjut lebih jauh, saya ingin memberitahu dulu bahwa tulisan ini ditujukan kepada mereka yang: pernah berpikir "lebih baik gue gak punya orang tua daripada punya tapi kek anjing", entah itu dengan mendoakan mereka meninggal, menghilang, kabur dari rumah atau bahkan berharap nggak dilahirkan sama sekali.

Kalau kamu sudah merasa bahagia dengan keluargamu sekarang–termasuk orang tuamu, saya persilahkan untuk menekan tombol kembali. My words are not for you.

Buat kamu yang masih melanjutkan membaca tulisan ini, saya punya pertanyaan yang mungkin belum pernah kamu pikirkan sebelumnya:

Pertama, apa kamu yakin bisa hidup bahagia sesuai keinginan jika ayah dan ibumu menghilang?

Beberapa dari kamu mungkin ada yang menjawab “yakin, bisa”, tapi maaf saya tetap ragu hidupmu akan lebih baik tanpa kehadiran orang tua. Jika kamu pernah berpikir nggak punya orang tua sejak kecil adalah hal yang menyenangkan maka kamu adalah orang paling bodoh yang pernah hidup di dunia ini.

Hidup tanpa orang tua alias yatim piatu sejak kecil bukan perkara mudah. Apalagi kalau kamu miskin, nggak ganteng, nggak pintar, dan nggak hidup di kota besar. Di Indonesia, orang tua adalah penjamin masa depan paling aman yang bisa kamu dapatkan–seenggaknya begitu yang saya percaya.

Dengan keringat ayah dan kasih sayang ibu, kamu bisa hidup dengan sebebasnya tanpa perlu berpikir terlalu jauh soal masa depan. Sebab, kalau suatu saat nanti kamu terpuruk, masih ada orang tua yang akan menyediakan punggung dan pundaknya untuk menopang kehidupanmu.

Tentunya kamu tetap harus berusaha demi mendapatkan kehidupan yang kamu inginkan, tapi seenggaknya, kalau kamu jatuh, sakitnya nggak terlalu terasa. Anggaplah kamu memutuskan untuk mulai berbisnis setelah lulus kuliah–dengan modal dari orang tua atau nyari sendiri–lalu tiba-tiba bisnis tersebut bangkrut.

Kalau kamu punya orang tua, seenggaknya kamu masih punya rumah buat tidur dan makan. Nggak perlu pusing memikirkan soal biaya bulanan atau keperluan yang lain. Tapi bagi yang nggak punya orang tua, jatuh sekali bisa berarti jatuh selamanya sebab di depan mungkin kesempatan yang sama nggak akan datang dua kali.

Dan menjadi yatim piatu bukan sekadar punya kehidupan yang lebih bebas tanpa aturan atau tuntutan dari orang tua.

Being an orphan is about living the hardest life where you have to face the ups and downs consistently.

Nah, pertanyaan kedua, apa kamu yakin bisa menahan kesedihan saat melihat orang lain hidup dengan orang tuanya sedangkan kamu hanya seorang diri?

Menjadi yatim piatu berarti kamu harus siap melihat orang lain mendapatkan yang terbaik dari orang tua mereka, sedangkan kamu hanya berharap yang paling minimal. Kamu akan melihat orang lain mendapatkan apa yang mereka mau dengan mudah sepanjang hidupmu.

Sebaliknya, kamu harus tertatih-tatih, mengeluarkan semua yang kamu punya untuk mendapatkan apa yang mereka bisa dapatkan dengan mudah. Apa kamu yakin bisa bertahan dengan kehidupan yang seperti itu?

Baca juga: Curhat Bareng Ibunda.id

Kamu mungkin akan melewati masa di mana semua teman-temanmu duduk dengan orang tuanya, membicarakan soal masa depan. Mau kuliah atau langsung kerja? Kalau kuliah mau di mana, negeri apa swasta? Kalau kerja harus melamar ke perusahaan mana?

Kebanyakan teman-temanmu akan dibantu dari belakang oleh orang tuanya. Mungkin orang tuanya punya kenalan yang bisa memudahkan proses rekrutmen kuliah atau kerja. Mungkin orang tuanya siap mengeluarkan uang ratusan juta agar temanmu itu bisa punya pekerjaan yang layak.

Ketiga, apa kamu siap melewati momen penting sendirian tanpa orang tua?

Dalam hidup, ada banyak momen penting yang akan kamu lewati. Mulai dari kenaikan kelas, perpisahan, masuk ke universitas, sidang skripsi, yudisium, wisuda, mendapatkan pekerjaan pertama, menikah, hingga punya anak.

Normalnya semua momen itu adalah hari bahagia yang dirayakan khusus bersama orang-orang tersayang, termasuk orang tua. Kalau kamu yatim piatu, berarti kamu harus melewati momen bahagia itu seorang diri.

Kalau nggak salah ingat, waktu masih kelas 3 apa 4 SD, saya selalu antusias menyambut perayaaan kenaikan kelas dan perpisahan di sekolah. Tapi setelah mamah meninggal, perlahan-lahan saya mulai nggak peduli dengan kelulusan dan perayaan lainnya. Buat apa juga, sih?

I’ve been saying that it’s ok to not have good memories with your family since then. Yet, now, when I miss those moments a lot, I have nothing left.

Terakhir, apa kamu yakin, tanpa orang tuamu kamu akan menjadi dirimu yang sekarang?

Menjadi yatim piatu berarti melewati jalan kehidupan yang gelap sepenuhnya. Kamu seakan berjalan di jalanan panjang yang bercabang dan penuh bahaya. Sialnya, kemanapun jalan yang kamu pilih, kamu tetap nggak bisa melihat tujuan akhirnya.

Yang lebih parah lagi, kamu harus berjalan sendirian, benar-benar sendirian. Di kanan dan kirimu hanya ada bayangan teman dan keluarga yang menapaki jalannya masing-masing. Kamu nggak bisa dan nggak boleh mengganggu mereka sama sekali, sebab mereka punya tujuan masing-masing.

Kamu mungkin berusaha mencari orang yang punya tujuan sama, tapi nggak ada satu orang pun yang peduli. Mereka sibuk menjalani kehidupannya sendiri dan kamu masih sibuk mencari jawaban untuk berbagai pertanyaan yang tidak bisa kamu jawab sendiri.

Content Writer, Penjaga Toko Buku Daring, Wibu Full Time.